JAKARTA DALAM TETESAN KERINGAT YANG HILANG

Jakarta yang terkenal sebagai kota metropolitan yang penuh dengan segala aktifitas masyarakatnya, bagi masyarakat pribumi dan pendatang untuk mengadu nasib dalam mencari perubahan kehidupan. Hal ini mengingatkan penulis akan sebuah fenomena yang sering terjadi dalam kehidupan ditengah-tengah masyarakat Jakarta pada saat penulis masih menginjak usia remaja.

Dimana dimasa tersebut sering kita lihat orang yang memiliki profesi pekerja yang beragam, dari tukang kredit, tukang daging, tukang cukur rambut, tukang solder, tukang susu, tukang kapuk, tukang foto dan lain-lain. Yang semuanya dilakukan dengan cara tradisional.

Dan hampir semua orang yang berprofesi sebagai pekerja-pekerja lepas tersebut memiliki cerita yang unik dengan ciri khas tersendiri. Seperti orang yang berprofesi sebagai tukang kredit keliling misalnya. Dalam ingatan penulis mereka melakukan pekerjaan tersebut dengan berkeliling kampung untuk menawarkan setiap barang dagangannya langsung kepada para pembelinya.

Untuk kali ini penulis tidak akan bercrita satu persatu tentang profesi tersebut diatas. Namun, cerita dalam artikel ini penulis dapatkan dari pengalaman teman yang pernah menjalankan profesi seperti tukang kredit keliling pada masa di tahun 1970 - 1980 -an.

Yang menjadi ciri khas tukang kredit ini biasanya mereka selalu berpenampilan rapih, memakai sepatu, kemeja, lengan panjang, celana panjang, bertopi pandan atau topi kulit, selalu menggunakan handuk kecil yang diselempangkan di leher, dan tidak lupa membawa buku kecil sebagai catatan pribadinya dalam mendata para kreditornya.

Pada jaman tersebut belum banyak toko kelontong seperti sekarang ini. Kelangkaan toko kelontong pada masa tersebut dipergunakan oleh mereka yang melihat sebuah peluang usaha dalam menciptakan lapangan pekerjaan. Kelebihan yang mereka tawarkan dari tukang kredit kepada pembelinya adalah dengan langsung menghantarkan setiap barang pesanan dari calon pembelinya ketempat tujuan. Semua biaya sudah termasuk dalam pelayanan mereka.

Dari hasil perbincangan penulis dengan salah seorang rekan yang pernah menjalankan profesi sebagai tukang kredit pada tahun 1980 -an , biasanya para tukang kredit paling senang masuk dalam suatu kampung yang banyak dihuni oleh kaum ibu-ibu yang tinggal di rumah. Dan biasanya kalau tukang kredit sudah datang, tidak lama kemudian para kaum ibu-ibu pun datang untuk melihat barang yang ditawarkannya.

Namun bagi sebagian orang kreditor yang menunggak tagihan, kedatanagan tukang kredit kedaerah rumahnya merupakan suatu petualangan yang mengasyikan dan mendebarkan. Mereka selalu mendapatkan suatu jawaban dengan nada dan konsonan yang berbeda. Seperti "ntar sok", yang artinya hutanganya akan dibayar besok lagi atau entah kapan, itu pun kalau mereka punya uang.

Namun, dari cerita pengalaman dari seorang rekan yang pernah menjalankan profesi seperti itu, hal terburuk bagi tukang kredit yang selalu dihadapi adalah dengan seorang pembeli yang  tinggal di rumah kontrakan yang pindah rumah pada waktu malam hari, dan tanpa meninggalkan titipan ataupun pesan kepada para tetangga disekitarnya.

Adapun cara dan rentang waktu pembayaran antara tukang kredit dengan para pelanggannya biasanya dilakukan dengan cara negosiasi kesepakatan dan saling percaya. Dari penuturan rekan penulis yang tidak mau disebutkan namanya (red). Pada masa beliau masih menjalankan profesi sebagai tukang kredit, beliau bukan hanya menerima dengan pembayaran dalam bentuk uang, namun mereka juga dapat menerima pembayaran dalambentuk barter barang bekas, pada umunnya mereka di bayar dengan pakaian bekas yang masih layak pakai.

Dengan kata lain tukang kredit juga merupakan kepanjangan tangan dari tukang loak yang ada pada masa tersebut. Karena hasil barter dari barang bekasnya tersebut kemudian mereka hantar untuk ditukarkan menjadi uang. Dan terjadilah yang dinamakan simbiosis mutualisme antara tukang kredit, tukang loak,  dan pembeli.

Namun, profesi tukang kredit keliling untuk di daerah Jakarta sudah tidak sama seperti pada masa tahun 1980 -an. Dimana masih banyak yang berjalan kaki, menggunakan pikulan, gerobak, sepeda, hingga pada masa era tahun 1990-an profesi tukang kredit keliling sudah ada yang menggunakan sepeda dan motor dalam memberikn pelayanan kepada pembelinya.

Sebuah kisah perjalanan dari seorang rekan penulis yang selalu mengingatkan akan sebuah pembelajaran dari sebuah arti kehidupan. Dimana pada masa tersebut beliau yang berprofesi sebagai salah seorang tukang kredit dan berasal dari daerah Tasikmalaya, Jawa Barat, yang bermodalkan suatu tekad dan keyakinan akan sebuah perubahan hidup untuk mengadukan nasipnya di kota Jakarta hingga berhasil memiliki sebuah toko kelontong di daerah Pasar Karang Anyar, Jakarta Pusat

Walau kini beliau telah tiada dikarenakan usia, namun cerita dari kisah yang dialaminya kepada penulis pada masa tahun 1980 -an selalu menjadi cambuk bagi  penulis dan juga kita yang mau melihat sebuah peluang dari rencana positif Tuhan terhadap apa yang telah kita pilih untuk menjadi keputusan jalan hidup sebgai resiko yang harus dapat berdampak positif dalam kehidupan kita.

Seperti yang di ceritakan oleh sahabat penulis yaitu Mba Evi yang sering dipanggil dengan sebutan Uni Evi dalam kalangan blogger pada postingan artikelnya  tertanggal 08/04/2013 berjudul "Belajar Dari Paul Newman",  penulis menemukan pembelajaran untuk sebuah usaha yang dilakukan oleh Paul Newman, yang mengajarkan bahwa dalam kehidupan selalu banyak cara kita untuk menentukan pilihan. Dan cerita tersebut mengingatkan penulis akan sebuah kisah nyata yang dialami oleh rekan dan sahabat penulis sendiri dalam menjalani proses kehidupan di kota metropolitan Jakarta.

Bukan hanya sekedar berusaha dan bekerja yang rekan penulis lakukan dalam kehdiupannya di kota Jakarta, namun beliau juga mendedikasikan dirinya dalam bidang pendidikan agama dilingkungan dimana tempat penulis pernah tinggal pada saat di daerah Kemayoran, Jakarta Pusat.

Memang bukanlah suatu hal yang mudah bagi kita untuk melakukan yang terbaik untuk kehidupan masyarakat dengan apa yang kita peroleh dari hasil jerih payah dan usaha kita malalui proses kerja keras dan usaha, namun semua itu beliau lakukan dalam keseharian dengan tidak memandang sebelah mata hingga kini banyak yang telah lahir generasi dari olah sentuhan perjuangan tangan dinginnya.

Dengan pertumbuhan ekonomi yang pesat di kota Jakarta, yang dapat dilihat dengan banyaknya kehadiran dari sebuah toko-toko kelontong dan ritel yang semakin menjamur, maka peluang usaha sebagai tukang kredit keliling pun tidaklah mudah untuk bertahan pada masa sekarang ini.

Dan hal inilah yang selalu membuat cerita dalam sebuah goresan pena sejarah dalam prasasti kehidupan masyakarakat Jakarta. Kisah-kisah tetesan keringat dari seorang tukang kredit kelliling yang pernah ikut melengkapi warna roda perekonomian Jakarta kini talah berganti menjadi sebuah perputaran roda perekonomian yang lebih modern dan inovasi dengan menjamurnya bisnis online yang berada didalam dunia internet.

Semoga kisah dalam artikel ini dapat menjadi sebuah contoh dan nasehat kebaikan bagi kita semua dalam menjawab sebuah tantangan kehidupan di era modern seperti sekarang ini.


Salam wisata,

Book :
Hotel Murah Di Jakarta
Facebook +Google Twitter Digg Technorati Reddit

Written by : Indra Kusuma Sejati - Describe about us

Website blog ini berisikan informasi tempat wisata yang indah, kaya dengan panorama keindahan alam, flora, fauna, kuliner seni, dan budaya Indonesia yang unik dan eksotis. Dengan sarana akses reservasi hotel atau penginapan, sewa mobil, dan tiket pesawat secara online. Info dunia traveling. yang kami kutip dari berbagai pengalaman pribadi dan beberapa sumber.

Join Me On: Facebook | Twitter | Google Plus :: Thank you for visiting ! ::

Artikel Terkait:

26 komentar

Tulisan khas gaya mas Indra.
Sampai sekarang juga masih ada mas tukang kredit keliling. Barang yang dijual juga sudah lebih bervariasi. Resiko kreditan dibayar ntarsok memang sudah terbayang tentunya. Lha kalau banyak yg macet trus gimana ya nasib mereka?

Semoga sukses dengan GAnya.
Salam.

Jakarta selalu menyimpan kisah-kisah kehidupan realita unik yang takkan lekang oleh waktu

Semoga mereka dapat mengembangkan usahanya lebih kreatif dengan cara yang berinovasi ya Mba.

Sukses selalu
Salam Wisata

Bukan hanya di Jakarta saja Kang, namun juga ada di setiap daerah belahan bumi ini. mungkin ini yang dikatakan proses kehidupan.

Sukses selalu
Salam Wisata,

Di Jakarta ini, asal mau berkeringat, kesempatan untuk hidup layak selalu terbuka ya Pak Indra. Dengan begitu padat penduduk dan jutaan kebutuhan, sekali lagi asal mau berkeringat, kita bisa melakukan sesuatu dalam menjawab kebutuhan itu. Termasuk jadi tukang kredit keliling..

Makasih Pak Indra..

Sama-sama Mba, semoga sukses acaranya.

Salam wisata,

Dulu tukang kredit keliling di tempat saya rata-rata dari Jawa Barat, dan upaya yang mereka lakukan sangat membantu ibu-ibu rumah tangga dalam melengkapi kebutuhan peralatan dapur. Pun sama dengan yang terjadi di jakarta, perubahan pola dan gaya hidup masyarakt yang disertai serbuan usaha-usaha ritel menyebabkan para tukang kredit keliling sudah nggak ada lagi

di kampungku dulu banyak tukang kredit keliling kayak gitu. biasanya orang tasik dan setiap hari panggul barang perabotan rumah tangga.

sekarang pun masih ada cuman beda gaya doang. cantik cantik seksi, kelilingnya di mall nawarin kartu kredit...

He,,,,,,x9 betul-betul itu Kang.

Salam wisata

Banyak yang dapat kita pelajari dari semangat juang dan motivasi mereka ya Pak Ies, dan hal ini dapat menjadi pemacu para genersi muda untuk tidak mudah menyerah dan tergantung dalam sebuah peluang, tanap berusaha menciptakan sebuah peluang dari apa yang bisa mereka lakukan.

Salam wisata,

Terimakasih....

salam wisata

banyak ragam profesi di Jakarta, hem kapan aku kesana ya? :D

sukses buat GAnya :D

Kalo di Medan keren namanya Mas..istilahnya Koperasi

makasih atas tulisan nya..
Karena aku juga tukang kridit

Suatu saat juga akan nyampe ko di Jakarta. he,,,,x9

salam wisata

Apapun namanya yang penting dapat bekerja dan membantu dalam meringankan orang ya bang,

Salam wisata

Jakarta mempunyai lebih byk profesi dibanding kota2 lainnya...hidup dijkt emang hrs ulet dan dan dituntut bisa apa saja utk bs bertahan hidup...
Semoga sukses GA nya ya mas :)

Terimakasih Mba.......

Salam wisata

Jadi tukang tagih itu capek. Karena itu, saya berhenti dagang baju hiks. Sekarang menulis sahaza hehehe.

Hidup di Jakarta jika tak unya skill akan tergerus dan terpinggirkan. Sekalipun menjadi tukang kredt harus ada skillnya agar bisa survive :)
Cerita unik dan dinamis nih, apa kabar mas eja lama gak saling kunjung ya D

wow ternyata lika liku Kang Indra hingga sukses hebat juga ya jalan ceritanya.. semoga saya bisa mengikuti jejak sampean ya Kang

terima kasih sudah turut menyemarakkan GA mbak Evi ya kang.. sudah tercatat sebagai peserta

Tetap saja jadi tukang tagih Mba, minimal nagih bulanan untuk kebutuhan rumah. He,,,,x9

Sukses selalu
Salam wisata

Alhamdulilah baik Mba,,,,,, jadi malu nih didatengin senior. He,,,,x9


Sukses selalu ya Mba.
Salam wisata

He,,,,x9 itu bukan jalan ceritaku Kang, Justru aku dapat pelajaran dari jalan cerita itu.

Aku juga belajar dari jalan cerimu ko Kang, jadi sama-sama belajr kita ya....

Sukses selalu
Salam wisata

Terima Kasih atas kunjungan dan komentar anda. Maaf, komentar yang mengandung iklan, spam dan link promosi atau link hidup akan di hapus.
=======================================================================
Thank you for your visit and your comment. Sorry, comments that contain advertising, spam and link promotion or live links will be removed

Like us on Facebook
Follow us on Twitter
Recommend us on Google Plus