Candi Cetho selalu beringin dengan Candi Sukuh bila kita mendengar dari setiap orang bercerita. Hal dikarenakan Candi Cetho letaknya tidak terlalu jauh dari Candi Sukuh. Jadi kalau kita datang ke Candi Sukuh, berarti kita juga dapat melanjutkan perjalanan menyelusuri jejak sejarah akhir Kerajaan Majapahit yang pernah terukir di daerah ini. Perjalanan dari Candi Sukuh menuju Candi Cetho hanya membutuhkan waktu kurang lebih 20 menit dengan perjalanan santai.
Dalam perjalanan menuju Candi Cetho banyak kita jumpai pemandangan alam yang indah, dan pemandangan rumah penduduk yang menyerupai rumah penduduk di Bali. Terutama ini terlihat jelas dengan pemandangan setiap pagar pintu rumahnya.
Setiap pagar pintu rumah yang berbentuk gapura bentar, yaitu sebuah gunungan yang dibelah dua secara vertikal, mirip pintu masuk pura. Ada yang terbuat dari bata, dan ada juga yang terbuat dai batu alam hitam. Sungguh pemandangan yang indah dan penuh dengan kratifitas sebuah seni karya yang memancarakan atmosfer spiritual hingga menenggelamkan setiap mata yang memandang dan menikmatinya.
Candi Cetho memang terletak di tempat yang lebih tinggi dibandingkan dengan Candi Sukuh, yakni sekitar 1400 meter dari permukaan laut. Candi Cetho sampai saat ini masih dipergunakan sebagai tempat melakukan ritual keagamaan, terutama sering digunakan bagi masyarakat setempat.
Dari pengalaman penulis mengunjungi Candi Sukuh dan Candi Cetho, penulis berpendapat bahwa Candi Cetho lebih terkesan familier bagi masyarakat setempat yang merupakan penganut masyarakat beragama Hindu Bali dan Kejawen, dan sampai saat ini Candi Cetho masih berfungsi sebagai tempat peribadatan (pura dan petilasan)
Candi Cetho memiliki 13 teras yang memanjang kebelakang sejauh 190 m, sedangkan lebar Candi Cetho sekitar 30 m. Jalannya berbatu dengan gapura setiap teras yang membelah kompleks Candi Cetho dengan pusatnya candi induk yang berada di tingkat paling atas. Sedangkan posisi candi induk yang diatas tidak mudah untuk selalu dikunjungi. karena lokasinya selalu terkunci, dan hanya dibuka pada saat akan digunakan untuk melakukan ritual sembahyang.
Informasi yang penulis dapatkan mengenai sejarah berdirinya Candi Cetho ini masih berkaitan dengan lahirnya Raden Brawijaya, raja terakhir Kerajaan Majapahit, dari kejaran putranya yaitu Raden Fatah seorang penguasa Demak. ( Baca : Mengenal Kisah Kerajaan Demak )
Setelah Raden Fatah memporak-porandakan Sukuh, maka Raden Brawijaya lari menuju arah timur laut, dan mendirikan Candi Cetho ini. Sebelum pembuatan Candi Cetho selesai dibuat, timbullah pertikaian lama Raden Brawijaya dengan Adipati Cepu, yang mengakibatkan Raden Brawijaya lari, dan akhirnya "moksa" di puncak Gunung Lawu.
Gapura bentar yang berada di depan Candi Cetho sangat mencuri perhatian penulis dan para pengunjung yang lainnya. Gapura yang terlihat megah, tinggi, besar, hitam,berdiri kokoh saling berhadapan. Sungguh indah dan membuat takjub setiap mata yang memandangnya.
Jalan yang mendaki beberapa langkah untuk mencapai anak tangga yang mengantarkan penulis menuju gapura bentar. Persis sebelum anak tangga pertama, penulis melihat dua arca berpunggungan. Satu menghadap pintu masuk, dan satu lagi menghadap anak tangga.
Di pintu masuk Candi Cetho penulis menemukan sebuah tulisan yang memuat rasa kekecewaan pada saat pemugaran Candi Cetho. Seperti yang penulis kutip dari teulisan tersebut : "Sangat disayangkan bahwa pemugaran atau lebih tepat disebut pembangunan oleh "seseorang" terhadap Candi Cetho ini tidak memperhatikan konsep arkeologi sehingga hasilnya tidak dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah." Namun tulisan itu tidak membuat rasa keingin tahuan penulis untuk mendapatkan informasi tentang Candi Cetho ini.
Candi Cetho untuk pertama kali dilaporkan oleh Van de Vlis pada ahun 1842. Penemuan ini menarik perhatian sejumlah ahli perbakala dunia karena berbeda dengan kebanyakan candi yang ada di dunia.Karena Candi Cetho terdiri dari 13 teras yang berundak dari barat ke timur sepanjang 190 meter, mengahadap barat, dan candi intinya berada di posisi paling belakang. Dan Arca-arcanya dipahat dengan sangat sederhana. Relief dan arca lainnya mirip dengan yang ada di Candi Sukuh.
Simbol phallus ini juga dapat kita temui di area utama, yaitu diteras ke-11, 12 dan 13. Simbol penciptaan manusia di area ini berupa arca berbentuk penis (alat kelamin lelaki) yang diletakkan di dalam cungkup kayu. Di sisni kita juga dapat melihat batu nisan peninggalan Empu Supo serta arca Brawijaya V yang merupakan nama dari Bhre Kertabumi.
Tidak jauh dari Candi Cetho kita bisa melihat Puri Taman Saraswati. Kita akan mnemukan papan petunjuk arah dilokasi untuk menuju Puri Saraswati ini. Dan untuk memasuki area Puri Saraswati ini, kita diharuskan melepaskan alas kaki. Di sebelah puri ini ada sebuah sendang yang menjadi bagian perjalanan ritual di tempat ini.
Tidak diketahui arca tersebut menggambarkan tokoh siapa, karena tidak menunjukan ciri-ciri dewa tertentu. Demikian pula dengan arca-arca lain yang di teras-teras berikutnya, yang ternyata menurut brosur yang penulis dapatkan, arca-arca tersebut tidak diletakkan di tempat yang sebenarnya.
Dari informasi brosur yang dikeluarkan secara resmi oleh Dinas Pariwisata Karanganyar terlihat jelas bahwa ada perasaan kecewa akibat keteledoran pada saat pemugaran Candi Cetho yang dilakukan oleh Humardani, yaitu salah seorang asisten pribadi mantan Presiden Soeharto, yang dilakukan pada tahun 1975 / 1976. Struktur asli Candi banyak diubah, bahkan bangunan berbentuk kubus yang ada di puncak Candi Cetho merupakan bangunan baru.
Dan dari informasi rekan penulis yang berprofesi sebagai pemandu wisata setempat dari Dinas Pariwisata Karanganyar, Jawa Tengah bahwa peninggalan yang masih asli di Candi Cetho itu yang masih asli hanya ada di teras ke-7. Ini merupakan teras terpenting, karena menampilkan tahun pendirian candi serta fungsi keagamaannya.
Di teras ke-7 kita dapat menemukan sengkalan memet (tahun yang digambarkan dalam bentuk binatang atau tumbuhan) berupa tiga ekor katak, mimi, ketam (kepiting), seekor belut, dantiga ekor kadal. Menurut seorang arkeolog asal Belanda, Bernet Kempres, arca ketam, belut, dan mimi merupakan sengkalan yang berbunyi welut (3) wiku (7) anahut (3) iku = mimi (1), menunjukkan angka 1373 Saka atau 1451 Masehi, tahun didirikannya Candi Cethoa.
Melanjutkan perjalanan di lokasi area Candi Cehto, kita akan menemukan susunan batu di atas tanah yang membentuk burung dengan sayap berkembang selebar enam meter dan di atas badan burung kita dapat melihat seekor arca kura-kura yang sedang menumpang diatasnya. Susunan batu tersebut merupakan penggalan sebuah cerita Samudramanthana dan Garudeya.
Dengan menyimak segala keterangan dan pertanyaan yang dilontarkan para wisatawan, si pemandu wisata menunjukkan persis di ujung paruh burung serta di ujung kedua sayapnya ada Surya Majapahit, yakni logo Kerajaan Majapahit yang menunjukkan adanya hubungan situs ini dengan Kerajaan Majapahit. Logo ini berada segaris dengan paruh burung, membujur lambang lingga yoni, lambang Dewa Syiwa dan Betari Durga. ( Baca : Dibalik Legenda Sejarah Raja Majapahit )
Bila kita mau mengunjungi lokasi omjek wisata Candi Cetho, sebaiknya dilakukan pada saat pagi hari, dan penulis menyarankan agar membawa jaket. Karena pada siang hari lokasi yang terletak didataran tinggi ini selalu dihinggapi kabut setiap siang hari.
Walau Candi Cetho sudah bukan merupakan situs bersejarah yang kehilangan nilai aslinya dikarenakan telah banyaknya perubahan pada bangunan asli ulah oknum dengan kecerobohannya pada saat melakukan pemugaran Candi Cetho, hal ini tidak menghilangkan rasa keindahan alam yang ada disekitarnya. Namun kita masih bisa menikmati di beberapa titik keaslian situs bersejarah ini.
Begitu besar arti sebuah nilai situs bersejarah bukan hanya untuk bangsa Inodnesia, namun bila kita mau menjaga dan melestarikan sebuah nilai sejarah maka, ini akan menjadi aset sejarah dunia. Semoga ini akan dapat menambah wawasan kita tentang tempat situs bersejarah yang ada di Indonesia.
Salam Wisata
18 komentar
baru tahu tentang candi cetho..
aku selalu suka baca2 tentang sejarah :)
Semoga bermanfaat.
Sejak lama saya ingin menapak tilas tentang peninggalan Kerajaan Majapahit, saya juga penasaran kenapa kerajaan sebesar Majapahit Istananya tidak berbekas [atau saya yg kurang tahu tentang jejak tilasan istana Majapahit].
Pengalaman yang luar biasa jika bisa menelusuri jejak peninggalan sejarah, terutama Kerajaan Majaphit.
#saya baru tahu kalau Raden Brawijaya juga 'moksa' seperti Patih Gajah MAda
Semoga bermanfaat dan dapat sebagai penambahan pengetahuan bagi yang membutuhkan sekaligus daya tarik pariwisata di daerah.
candi cetho rada katrok pengelolaannya. orang diparta hanya memikirkan unsur pariwisatanya gimana caranya biar rame tanpa memperhatikan bahwa unsur budayanya ga boleh jadi salah kaprah.
penambahan obyek boleh, tapi mbok ya jangan sampai mengaburkan keaslian obyek inti. seperti tambahan gapura dan sebagainya, jarang orang yang ngerti kalo itu tambahan dan dianggap asli.
jangankan penambahan obyek yang menyatu, yang di luar komplek pun menurutku cukup mengacaukan. contohnya seperti borobudur yang ditambah taman bermain. mengajak anak ke borobudur setidaknya ada niat mengenalkan anak tentang warisan budaya leluhur kita. tapi nyatanya anak sekarang jadi males memperhatikan makna reliefnya. paling paling numpang foto sebentar dan buruan ngacir ke taman bermain yang lebih asik. kalo sudah begitu, untuk apa jauh jauh ke borobudur. pergi aja ke pasar malam atau mall. toh obyek tujuannya sama, mandi bola dan teman temannya...
sebenarnya tidak bisa dikatakan tidak berbekas. struktur pondasi dan kanal-kanal yang di trowulan itu luar biasa sekali, bu. desainnya bisa disamakan dengan batavia di masa kompeni. sayangnya di atas situs itu sudah jadi perkampungan penduduk yang sebagian besar usahanya bikin bata. wajarkalo situsnya rusak karena pemerintah entah kenapa seperti ga mau membebaskan lahan dan merelokasi penduduknya.
bila candi sukuh cetho dikatakan produk majapahit, walau mungkin masih ada sangkut pautnya tapi menurutku bukan proyek kraton. tak mungkin negeri sebesar majapahit tak mampu membuat candi semegah borobudur yang lebih tua.
melihat bentuknya yang kasar dan sederhana, aku cenderung menduga candi tersebut dibangun oleh arsitek kampung.
apalagi bentuknya mengikuti kultur asli pra hindu budha yang bentuknya berundak dan tidak terpusat. apalagi kalo melihat tokoh yang diangkat adalah sabdopalon nayagenggong yang adanya dalam serat darmogandhul yang berbahasa ngoko atau rendahan. kayaknya ga mungkin kalo dibangun oleh kalangan kraton yang biasanya menggunakan bahasa krama atau tingkat tinggi.
tapi ini cuma pemikiran ngawur dari seorang rawin saja. jangan dimasukan ati ya bu...
He....x9 bila dipikir benar juga. namun yang lebih tepat menjawab segala persoalan yang seperti ini adalah akhlinya. Kita hanya dapa ikut melestarikan dan memperkenalkan daerah dengan segala keunikan dan daya tarik sebuah situs bersejarah yang memiliki nilai potensi besar bagi perekonomian daerah.
Itu terjadi pada saat pemugaran Kang. Dan faktor kekuasaan lebih dominan pada saat waktu itu. Tapi disana tidak bisa mandi bola Kang. He...x9
majapahit adalah kerajaan yang besar sungguh disayangkan jika semua peninggalannya tidak dirawat,,,
saya juga baru tau ada candi ini.sedih rasa nya klo sejarah bangsa yang besar ini sampe ga di kenali sama anak cucu kita
kapan nih ada acara tour ke tempat2 bersejarah?kasih info yah klo ada acara nya trims
kapan ada acara tour ke tempat2 bersejarah di indonesia?kasih info yah klo ada trims
Semoga masyarakat Indonesia lebih bisa menghargai dan melestarikannya sebagai salah satu aset budaya bangsa ini dan dunia.
Bisa langsung menghubungi kami melalu email kami.
Terimakasih Kang Roni, nati kami beri kabar atau bisa langsung menanyakan melalui email kami untuk kegiatan wisata yang kami lakukan.
walaupun ada ahlinya, kan ga masalah kita coba berasumsi dengan gaya kita pak...
toh sudah banyak kasus penemuan besar dunia malah ditemukan oleh yang ga sekolah sementara ilmuan yang menbidangi masih dalam kebingungan. hehe
sebenarnya situs indonesia itu hebat kenapa terpendam karena nenek moyang kita tidak mau jika kekayaan itu jatuh ke orang jahat., makanya ditenggelamkan entah menggunakan apa.,itu yg bisa saya tahu
Bisa juga seperti itu, namun mungkin ada hal yang lain menurut logika keimanan, dan hal ini meruakan suatu perjalanan hukum alam dengan suatu rencana yang besar.
Sukses selalu
Salam Wisata
Terima Kasih atas kunjungan dan komentar anda. Maaf, komentar yang mengandung iklan, spam dan link promosi atau link hidup akan di hapus.
=======================================================================
Thank you for your visit and your comment. Sorry, comments that contain advertising, spam and link promotion or live links will be removed